Setelah Hari Pahlawan 10 November, Hari Kartini 21 April, Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober, kini kita memiliki hari bersejarah baru. Hari Bela Negara. Peringatan Bela Negara yang dimulai oleh pemerintah mengacu kepada hari lahirnya PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) tanggal 19 Desember, dan dipusatkan di Istana Negara dan Bukittinggi.
Keberhasilan peringatan itu merupakan anugerah bagi mantan pejuang PDRI dan keluarganya yang selama 30 tahun berjuang mendapat pengakuan dari pemerintah Orde Baru, namun tak kunjung berhasil. Barulah pada periode Presiden Yudhoyono keinginan itu terwujud. Bukittinggi yang menjadi pusat kegiatan peringatan tahun ini pun bersimbah air mata haru dan tangis kebahagiaan para mantan pejuang dan keluarganya yang datang dari berbagai pelosok nagari.
Namun tangis haru dan kebahagiaan itu tetap menyisakan beban hutang sejarah bagi generasi mendatang. Dan keberhasilan yang dirayakan itu menguatkan orientasi penulisan sejarah Indonesia yang tak berorientasi kepada rakyat.
Sejarah tak semata bicara suatu peristiwa. Kuntowijoyo menyebutkan sejarah mempunyai kekuatan politik atau kekuasaan. Ia bisa melegitimasi atau memberi jalan pada seseorang atau sekelompok orang meraih kekuasaan. Misalnya pembalikan fakta peristiwa Serangan Umum 1 Maret, Supersemar dan G30S merupakan contoh urgen betapa sejarah menjadi jalan rezim Orde Baru berkuasa.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Komentarnya.....